HIV dan AIDS Dalam Pendekatan Gender



HIV dan AIDS Dalam Pendekatan Gender
Gender berbeda dengan jenis kelamin. Pengertian seks (jenis kelamin) berhubungan denganperbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki. Jenis kelamin merupakan anugerah yang melekat pada kita sejak lahir dan tidak mungkin diubah. Karena jenis kelamin, kita disebut laki-laki atau perempuan. Sedangkan pengertian gender berkaitan dengan peran dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki. Hal ini ditentukan oleh nilai-nilai sosial budaya yang berkembang.
Laki-laki dan perempuan disemua lapisan masyarakat memainkan peranan yang berbeda, mempunyai kebutuhan berbeda, dan menghadapi kendala yang berbeda pula. Masyarakatlah yang membentuk nilai atau aturan tentang bagaimana anak laki-laki dan perempuan, laki-laki dan perempuan dewasa harus berperilaku, berpakaian, bekerja apa dan boleh bepergian kemana dll. Nilai dan aturan bagi laki-laki dan perempuan di setiap masyarakat berbeda sesuai dengan nilai sosial-budaya setempat dan seringkali berubah seiring dengan perkembangan budaya. Dengan demikian jelaslah peran gender dapat berubah dan diubah seiring dengan perubahan lingkungan sosial budaya, ekonomi dan teknologi.
Berdasarkan Data Depkes, Jumlah kasus HIV-AIDS di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat dan telah memberikan dampak yang luas di banyak bidang kehidupan.  Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah penularannya. Salah satu pendekatan dalam pencegahan penularan HIV dan AIDS adalah pencegahan dengan pendekatan gender. Oleh karena itu, strategi pencegahan penyebaran HIV dan AIDS dengan pendekatan gender sangat penting dan mutlak diperlukan.
Pendekatan gender mutlak diperlukan. Hal ini disebabkan karena:
1.      Penyakit yang sama pada laki-laki dan perempuan memberikan dampak yang berbeda
2.      Dengan penyakit yang sama, respon pada laki-laki dan perempuan berbeda; dan
3.      Dengan penyakit yang sama, laki-laki dan perempuan mendapatkan respon yang berbeda dari lingkungan dan sistem pelayanan kesehatan.
Konsep gender menjadi penting dalam kaitannya dengan kesehatan terutama bagi kepentingan kaum perempuan. Selama ini perempuan banyak dirugikan dan sulit memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan manfaat ke sarana pelayanan kesehatan secara optimal. Perempuan termarjinalkan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Akibat ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender, penemuan kasus HIV dan AIDS pada perempuan seringkali lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.  Hal ini disebabkan karena:
1.      Perempuan seringkali tidak tahu status HIV dan AIDS pasangannya dan tidak tahu kalau dirinya sudah terinfeksi HIV dan AIDS,
2.      Sekalipun sudah mengetahui status HIV dan AIDS-nya pun, perempuan seringkali takut memberitahu keluarganya karena takut akan stigma dan diskriminasi dari keluarga dan masyarakat;
3.      Dalam pelayanan kesehatan, perempuan cenderung tidak ditanya tentang perilaku risiko tinggi dirinya atau pasangannya sehingga kebanyakan kasus ditemukan saat sudah stadium akhir (terlambat didiagnosis pada stadium awal).
4.      Program promosi dan pelayanan kesehatan dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS seringkali hanya menjadikan perempuan sebagai objek intervensi. Hal ini disebabkan masih kurangnya pemahaman gender pada petugas kesehatan dan belum tersosialisasikannya strategi penanggulangan HIV dan AIDS melalui pendekatan gender.
5.      Ketersediaan data terpilah menurut jenis kelamin juga masih sangat terbatas sehingga pengambilan kebijakan dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS belum responsif gender
  1. Perempuan Indonesia masih belum optimal dapat mengontrol kesehatannya sendiri termasuk hak-hak reproduksinya;
  2. Peran perempuan dalam sektor publik dan politik masih rendah (perjuangan untuk kebutuhan strategis gender yang berhubungan dalam pencegahan terhadap HIV dan AIDS lemah);
  3. Ketergantungan perempuan terhadap laki-laki dalam beberapa hal masih tinggi (potensi untuk menerima kekerasan), perempuan dalam konstruksi sosial dituntut untuk.penurut,.pasif,.sabar,.setia.sementara.laki-laki.bersikap.dominan, agresif, pengambil inisiatif dalam relasi seksual dan memiliki banyak pasangan adalah dianggap wajar;
  4. Pandangan (stereotip) bahwa domain perempuan hanya di sektor domestik masih kuat, hal inilah yang menyebabkan sulitnya mendapatkan akses, partisipasi, manfaat dan kontrol terhadap segala sesuatu diluar lingkup domestik ;
  5. Akses terhadap pelayanan kesehatan maupun informasi masih rendah sehingga pengetahuan perempuan terutama mengenai HIV dan AIDS  lebih rendah;
  6. Kontrol terhadap perilaku seksual baik perempuan itu sendiri maupun pasangannya masih lemah (karena pendidikan, budaya dll);
  7. Faktor ekonomi masih merupakan alasan bagi perempuan menjadi.Penjaja.Seks.Komersial,.padahal.Penjaja.Seks.Perempuan merupakan salah satu populasi kunci dalam penyebaran HIV dan AIDS;
  8. Stigma atau mitos tentang HIV dan AIDS yang menakutkan masih ada (menyebabkan perlakuan diskriminasi terhadap ODHA maupun OHIDHA khususnya perempuan dan keluarganya).
Semua hal diatas berakibat negatif terhadap kesehatan perempuan sepanjang siklus hidupnya sehingga sulit memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Ditambah lagi peran ganda perempuan yaitu peran produktif (peran yang menghasilkan uang), peran reproduktif (peran yang berhubungan dengan rumah tangga dan mensejahterakan keluarga termasuk hamil dan merawat anak) dan peran di masyarakat (ikut serta dalam kegiatan masyarakat). Peran-peran inilah yang menyebabkan perempuan harus bekerja keras setiap hari yang tentu saja mempengaruhi kesehatannya. Namun seringkali peran peran perempuan tersebut dianggap sesuatu yang biasa atau alami padahal hal ini mempunyai pengaruh yang cukup serius terhadap kesehatan perempuan.
Keterlibatan laki-laki dalam mendukung kesehatan reproduksi perempuan sangat besar dan mampu mengubah peran sosial yang sampai sekarang masih membatasi kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi perempuan, serta meningkatkan partisipasi aktif laki-laki dan dukungan mereka untuk hak asasi perempuan demi terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender

Kegiatan pemberdayaan perempuan dalam pencegahan dan penanggulangan..HIV.dan.AIDS..merupakan.bagian.integral.dari berbagai kegiatan pencegahan atau penanggulangan bahaya HIV dan AIDS lintas sektor di bawah koordinasi Komisi Penanggulangan.AIDS.dari.Kantor.Menko.Kesra..Pelaksanaan.KIE telah diatur dalam prinsip-prinsip KIE penanggulangan HIV dan AIDS yang telah ditentukan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat sebagai Ketua Komisi Penanggulangan.AIDS.(KPA).melalui.Surat.Keputusan.No..16/KEP/MenkoKesra/VII/1996 tentang Pedoman Nasional Penyelenggaraan KIE Penanggulangan HIV dan AIDS.
Dalam upaya meningkatkan peran perempuan dalam pencegahan bahaya HIV dan AIDS, maka upaya meningkatkan kualitas dan peran perempuan diarahkan untuk:
a.       Meningkatkan kualitas hidup individu perempuan
b.      Meningkatkan kualitas dan aktivitas organisasi perempuan
Dengan mengacu pada arah kebijakan yang telah ditetapkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS tersebut, maka ruang lingkup kegiatan pemberdayaan perempuan dalam pencegahan HIV dan AIDS adalah untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang mencerminkan nilai-nilai agama, sosial budaya yang ada di Indonesia melalui kegiatan Advoksi dan Komunikasi, Informasi Edukasi (KIE).
Kegiatan KIE Pencegahan bahaya HIV dan AIDS :
1.      Dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah
2.      Harus mencerminkan nilai-nilai agama,sosial dan budaya yang ada
3.      Diarahkan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga
  1. Diarahkan pada upaya pendidikan dan penyuluhan untuk memantapkan perilaku yang positif serta untuk ikut berperan dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya HIV dan AIDS secara mandiri
  2. Harus tetap menghormati harkat dan martabat para pengidap HIV dan AIDS
  3. Diarahkan pada peningkatan kemampuan petugas
  4. Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi yang benar untuk melindungi dirinya dari orang lain terhadap infeksi HIV dan AIDS

Bentuk Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan mulai dari tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan. Kegiatan ini terdiri dari : Advokasi dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
Kegiatan yang dilakukan oleh organisasi perempuan maupun yang dilakukan oleh individu perempuan bertujuan untuk :
  1. Pencegahan penularan HIV dan AIDS
  2. Pengurangan dampak sosial dan individu akibat HIV dan AIDS.
  3. Penurunan rasa khawatir & stigmatisasi akibat HIV dan AIDS di masyarakat.
Advokasi
Advokasi merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sistematik dan terorganisasi melalui berbagai bentuk komunikasi persuasif untuk mempertahankan atau mengubah suatu kebijaksanaan yang ditujukan kepada berbagai pihak yang mempunyai pengaruh luas serta daya dukung terhadap program. Untuk mendukung upaya-upaya sosialisasi tersebut di semua tingkatan wilayah dibentuk Tim Advokasi dan KIE.
Adapun tujuan advokasi adalah memberikan dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan dan perlindungan anak  dalam pencegahan HIV dan AIDS, baik berupa dukungan kebijakan yang dituangkan dalam Undang-undang, Peraturan Daerah dan dukungan anggaran
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Kegiatan advokasi yang ditujukan untuk membangun komunikasi politis dan programatis Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak dalam Pencegahan HIV dan AIDS agar mencapai tujuan secara optimal, harus ditindaklanjuti dengan kegiatan operasional KIE yang berfungsi untuk memobilisasi dan menggerakkan masyarakat, kaum perempuan, dan keluarga. Dicuplik dari Sumber :
Buku Pemberdayaan Perempuan Dalam Pencegahan Penularan HIV dan AIDS, diterbitkan oleh KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN RI Th. 2008 (Edisi online : 21-05-2009 Update :27-10-2009)
Link Web:
http://www.menegpp.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_details&Itemid=68&gid=18

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi, Kualitas, kepuasan, anc terpadu

ARTIKEl JEN