Materi, Kualitas, kepuasan, anc terpadu


BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian Integral dari pembangunan nasional. Tujuan pembangunan bidang kesehatan internasional dapat terlihat pada tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yang harus dicapai pada tahun 2030 yang disusus dalam tujuh belas  indikator. Tujuan SDGs adalah untuk menurunkan kematian ibu, menurunkan kematian anak, mengendalikan TBC, malaria, dan HIV/AIDS, mewujudkan kesetaraan gender, menjaga kelestarian lingkungan dan menjaga akses terhadap air bersih, melaksanakan kemitraan global termasuk menjamin akses terhadap obat esensial (DepKes RI, 2010).

1

Pada pertemuan World Health organizition (WHO) dan pengelola program safe motherhood dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara pada tahun 2010, disepakati bahwa pelayanan kebidanan yang diberikan kepada setiap ibu yang memerlukan perlu diupayakan agar memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjut mengembangkan standar pelayanan kebidanan, standar ini diperlukan bagi semua pelaksana kebidanan sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat yang meliputi pelayanan umum, pelayanan antenatal, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir (Kepmenkes RI, 2006).

Angka kematian ibu (AKI) sebagai salah satu indikator kesehatan ibu di Indonesia bila dibandingkan dengan ASEAN, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 228 setiap 100.000 kelahiran. Tetapi dengan 20.000 ibu meninggal setiap tahun akibat komplikasi perdarahan (28%), eklamsi (13%), komplikasi abortus (11%) dan infeki (10%) (SDKI, 2007)

Data Dinas Kesehatan DI Yogyakarta tahun 2016 menunjukan jumlah kematian ibu didaerah istimewa Yogyakarta tercatat sejumlah 38 orang dan terbanyak terjadi di kabupaten sleman yaitu sebanyak 11 orang, sementara itu di kabupaten Gunung kidul 8 orang, kabupaten Kulon Progo sebanyak 7 orang, kota Yogyakarta sebanyak 2 orang, sedangkan kabupaten bantul sebanyak 8 orang. (DINKES DIY, 2016.

Salah satu permasalah adalah kepuasan ibu hamil dengan kualitas pelayanan terhadap pelayanan antenatal, karena kunjungan ANC yang tidak rutin akan menyebabkan terjadinya bahaya pada ibu hamil seperti perdarahan, karena tidak terdeteksinya tanda bahaya kehamilan akibat kurangnya ANC, sehingga informasi dan tanda-tanda bahaya kurangdiharapkan dapat lebih meningkatkan motivasi dan kunjungan ibu hamil serta kepuasan ANC terpadu secara teratur dan rutin. (Gadysa dan Delbaina, 2009)

Berdasarkan kunjungan ibu hamil dapat dilihat dari kunjangan K1  dan target K1 Nasional adalah 74% dan target K4 Nasional adalah 64% (Depkes, RI, 2013). Pemerintah menetapkan, bahwa pelayanan yang baik memenuhi asuhan standar pelayanan ANC terpadu minimal “10T” yaitu mengukur tinggi badan dan menimbang berat badan, mengukur tekanan darah, mengukur tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT (Tetanus Teksoid) lengkap, pemberian tablet selama kehamilan minimal 90 tablet selama kehamilan. Tes terhadap penyakit menular seksual, dan temu wicara, dalam rangka persiapan rujukan. (Depkes, RI 2010).

Pelayanan ANC terpadu  merupakan pelayanan yag sangat penting, pelayanan ini diberikan ibu selama kehamilan agar kehamilannya sehat sampai melahirkn bayinya sehat pula sehingga pada akhirnya dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan kesehatan yang diberikan dapat memberikan kepuasan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan serta penyelenggaraan sesuai dengan standar pelayanan profesi dan kode etik yang telah ditetapkan yaitu sesuai dengan standar pelayanan  (Wiyono, 2007)

Bila kualitas pelayanan tidak senantiasa dipelihara dan ditingkatkan, besar kemungkinan jumlah pasien akan menyusut. Faktor kepuasaan pasien terhadap pelayanan kesehatan akan mempengaruhi jumlah kunjungan. Apabila pasien tidak puas (misal menunggu terlalu lama, “provider” kurang ramah, keterampilan juga kurang), akan membuat pasien kecewa. Faktor kepuasaan pasien juga dapat menciptakan persepsi masyarakat tentang citra rumah sakit (Wirijadinata, 2009).

Dengan dilakukan pengukuran tingkat kepuasaan pasien pada pelayanan akan tersedia umpan balik yang segera, berarti ada objektif. Bila kenyataan pengalaman selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit lebih baik daripada yang diharapkan maka mereka akan puas. Sebaliknya bila pengalaman selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit lebih rendah dari pada yang mereka harapkan maka mereka akan merasa tidak puas (Wirijadinata, 2009).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada tanggal 22 oktober 2016 dengan melakukan wawancara tentang jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Mlati 1 Sleman Yogyakarta. Hasil wawancara dengan orang 7 ibu hamil yang sedang melakukan pemeriksaan kehamilan peneliti memawancarai ibu hamil dengan tentang kerapain keramahan dan kenyamanan yang yang ada pada puskesmas dalam wawancara tersebut didapatkan hasil bhawa ada ibu yang mengatakan bahwa keramahan yang di dapatkan di puskesmas masih belum sesuai dengan hasil yang di inginkan dan ada pasien juga mengatakan sudah sesuai dengan hasil yang di inginkan di puskesmas tersebut. Konsep pelayanan sangat terkait dengan faktor kepuasan pasien, karena kepuasan pasien dapat dijadikan indikator terhadap kualitas pelayanan Rumah Sakit/Puskesmas atau BPS. Pelayanan yang baik dapat memberikan kepuasan pasien yang ada pada akhirnya berdampak pada pemeriksaan selanjutnya. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasaan ibu dalam pelayanan ANC terpadu di Puskesmas Mlati 1 Sleman Yogyakarta Tahun 2017?



  1. Rumusan Masalah
    Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan ibu dalam pelayanan  ANC terpadu di Puskesmas Mlati 1 Sleman Yogyakarta”.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. Tinjauan Teori

  1. Kualitas  Pelayanan

  1. Pengertian kualitas pelayanan
    Menurut (Tjiptono, 2004) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan dari sudut pandang konsumen kualitas adalah nilai atau kecocokan untuk digunakan. Dalam dasawarsa terakhir ini arti kualitas memang lebih banyak dilihat dari sudut pandang konsumen, karena perusahaan yangmenyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung dari konsumen. Sedemikian arti kesetiaan seorang konsumen bagi perusahaan, maka sudah tepat apabila konsumen ditempatkan pada posisi paling utama untuk dipuaskan.
    Pelayanan adalah setiap kegiatan dan manfaat yang dapat diberikan oleh suatu pihak ke pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak perlu berakibat pemilikan sesuatu (Kotler 1993:352). Pelayanan adalah setiap tindakan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnyabersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Berdasarkan kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang tidak berwujud dan tidak berakibat pada pemilikan sesuatu pada jual belibarang atau  jasa sehingga orang tersebut memperoleh sesuatu yang dinginkannya.
    Kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi harapan pelanggan (Tjiptono, 2004). Kualitas pelayanankeseluruhan ditentukan oleh kesesuaian keinginan yang dihasilkan dariperbandingan keinginan dan kinerja yang dirasakan konsumen. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitaspelayanan adalah suatu tingkat keunggulan yang dirasakan seseorang terhadapsuatu jasa yang diharapkan dari perbandingan antara keinginan dan kinerja yang dirasakan konsumen setelah membeli jasa tersebut.
    Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang dirasakan (perseived service (Parasuraman, et al.dalam Tjiptono 2004). Apabila jasa yangditerima atau dirasakan (percieved service) sesuai dengan yang diharapkan,maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan.
    Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler dalam Sulistyo 1999). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan pada sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasar pada sudut pandang atau persepsi pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh ataskeunggulan suatu jasa.
  2. Dimensi-dimensi kualitas pelayanan
    Menurut (Tjiptono dan Anastasia 2003), ada lima karakteristik yang digunakan oleh pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan, yaitu:

  1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
  2. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
  3. Daya Tanggap (responsivenesss), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
  4. Jaminan (assurance),mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya resiko atau keragu-raguan.
  5. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

  1. Prinsip-prinsip Kualitas Pelayanan
    Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi  perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku baik bagi perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat bermanfaat dalam membentuk dan mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan, dan pelanggan. Enam prinsip pokok tersebut meliputi:

  1. Kepemimpinan
    Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaannya untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan. Oleh sebab itu, kepemimpinan yang baik berdampak terhadap peningkatan kualitas.
  2. Pendidikan
    Pendidikan mengenai kualitas sangat diperlukan, baik oleh manajemen puncak maupun karyawan. Konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas, dan peranan eksekutif dalam  implementasi strategi kualitas merupakan aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam pendidikan.


  3. Perencanaan
    Perencanaan sangat diperlukan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visinya.
  4. Review
    Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang konstan untuk mencapai tujuan kualitas.
  5. Komunikasi
    Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan karyawan, pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti pemasok, pemegangsaham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain. Komunikasi yang baik dan lancar harus selalu dilakukan, baik terhadap pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan.
  6. Penghargaan dan Pengakuan
    Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan prestasinya tersebut diakui. Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, dan rasa kepemilikan setiaporang dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
    Modernitas dengan kemajuan teknologi akan mengakibatkan persaingan  yang sangat ketat untuk memperoleh dan mempertahankan pelanggan. Kualitas  pelayanan menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan perusahaan supaya  mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan pelanggan. Pola konsumsi dan  gaya hidup pelanggan menuntut perusahaan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang  berkualitas dapat ditentukan dengan pendekatan service quality yang telah  dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan Zenthaml (dalam Lupiyoadi,2006). 
    Service Quality adalah seberapa jauh perbedaan antara harapan dan kenyataan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Service Quality dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas layanan yang benar-benar mereka terima dengan layanan sesungguhnya yang mereka harapkan. Kualitas pelayanan menjadi hal utama yang diperhatikan serius oleh perusahaan yang melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan
    Definisi mutu jasa berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan  serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut (Wisnalmawati, 2005) kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Apabila jasa yang diterima sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa dianggap buruk (Tjiptono, 2004).
    Kualitas layanan mengacu pada penilaian-penilaian pelanggan tentang inti pelayanan, yaitu si pemberi pelayanan itu sendiri atau keseluruhan organisasi pelayanan, sebagian besar masyarakat sekarang mulai menampakkan tuntutan terhadap pelayanan prima, mereka bukan lagi sekedar membutuhkan produk yang bermutu tetapi mereka lebih senang menikmati kenyamanan pelayanan (Roesanto, 2000) Oleh karena itu dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, organisasi harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dan sangat memperhatikan dimensi kualitasnya (Suratno dan Purnama, 2004). 

  1. Kepuasan Pasien

  1. Pengertian kepuasan

Menurut oliver (Irine, 2008) mendefinisikan kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang (pelanggan) setelah membandingkan antara kinerjaatau hasil yang yang dirasakan (pelayanan yang diterima dan dirasakan) dengan yang diharapkan. Menurut Kotler kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseoarang yang mencul setelah membandingkan antara antara persepsi dan kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler, 2002). Kepuasan asalah suatu keadaan yang dirasakan konsumen setelah dia mengalami suatu kinerja (atau hasil) yang telah memenuhi berbagai harapannya (Irene, 2008). Kepuasan pasien adalah keluaran (outcome) layanan kesehatan. Dengan demikian, kepuasan pasien merupakan salah tujuan dari peningkatan mutu layanan kesehatan (Imbalo, 2007).

Kepuasan pelanggan juga di definisikan sebagai tangapan penerima jasa ketidak sesuaian tingkat kepentingan pelanggan dengan kinerja yang anyata-nyata dapat dirasakan setelah penggunaan jasa menerima pelayanan. Disamping itu kepuasan pelanggan juga ditentukan oleh kualitas barang, harga nilai produk, faktor yang bersifat pribadi dan hal lain-lain yang bersifat sementara (Muninjaya, 2011)

  1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien

Menurut Bustanti (2007) mengemukan bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa layanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor yaitu Kualitas produk dan jasa
  1. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyatkualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan teruatama iklan dalam mepromosikan rumah sakitnya. Dalam hal pelayanan di rumah sakit aspek klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis adalah produk atau jasa yang dijual.
  2. Kualitas pelayanan
    Prioritas peningkatan kepuasan pasienadalah memperbaiki kualitas pelayanan dan mendistribusikan pelayanan yang adil, pelayanan ramah dan sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta kelengkapan, kesiapan dan peralatan medis dan non medis.
  3. Faktor emosional
    Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalm hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunayai pandangan “rumah sakit mahal” cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Selain itu, pengalaman juga mempengaruhi besar terhadap emosional pasien dalam pelayanan kesehatan
  4. Harga
    Harga merupakan aspek penting, namum yang penting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien, meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari sedi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasein memiliki harapan yang paling besar.
  5. Biaya
    Menurut, biaya dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dalam rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarakat yang tidak adanya keringanan pada masyarakat miskin, dan sebagainya selain itu, efisiensi dan efektifitas biaya, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnose dan terapi yang berlebihan juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan biaya perawatan.

Menurut (Simatupang, 2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan pengguna jasa pelayanan kesehatan (pasien/klien) antara lain:

  1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya, dalam ini aspek, komunikasi memegang peranan penting
  2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosional pasien. Faktor ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pasien (compliance)
  3. Biaya (cost), biaya pelanggang dapat dianggap sebagai sumber moral hazard pasien dan keluarganya, sehingga menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan teknologi yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya perawatan mahal,. Keterbatasan informasi yang dimiliki pasien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi sumber keluhan pasien. Sistem asuransi kesehatan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan.
  4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tanggibility)
  5. Jaminan keamanan yang ditujukan oleh petugas kesehatan (assurance), ketepatan jadwal pemeriksaan, dan kunjungan dokter termasuk dalam faktor ini.
  6. Keandalan dan ketrampilan (relibility) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan.
  7. Kecepatan petugas dalam member tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness)



  1. Tingkat kepuasan
    Perubahan dari sistem layanan kesehatan yang ingin dilakukan tidak akan dapat berhasil tanpa melakukan tingkat pengukuran kepuasan pasien. Karena hasil pengukuran pasien akan digunakan sebagai dasar untuk mendukung sistem layanan kesehatan yang harus handal dan dapat dipercaya (Imbalo, 2006).
    Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, efisien dan lebih efektif. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor penting yang mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tangap terhadap keluhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap pasien  (Imbalo, 2006).
    Tingkat kepuasan merupakan fungsi dan perbedaan anatara kinerja yang dirasakan dengan harapan apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan sangat puas. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan maupun tempat pelayanan (Sugito, 2005).

  2. Aspek yang mempengaruhi kepuasan pada pasien
    Menurut (Purwanto, 2007), aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pada pasien adalah sebagai berikut: sikap pendekatan bidan pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika pertama kali datang ke tempat layanan kesehatan; kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan kesehatan kebidanan pasien selama berada di tempat layanan kesehatan; prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimulai masuk, selama perawatan berlangsung sampai keluar dari tempat layanan kesehatan; fasilitas-fasilitas yang disediakan tempat layanan kesehatan seperti, fasilitas ruang bersalin, ruang rawat inap, kualitas makanan, pakaian ganti pasien, privasi dan waktu kunjungan pasien.
    Menurut Sugito (2005), beberapa faktor pelayanan kesehatan adalah high personal concact; empaty (perilaku peduli) yang ditujukan oleh petugas kesehatan, perilaku ini akan menyentuh emosi pasien, (compliance); biaya (cost), tingginya biaya pelayanan yang dianggap sebagai sumber moral hasrat bagi pasien dan keluarganya. Kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangbility); jaminan keamanan yang ditujukan oleh petugas kesehatan (assurance), ketetapan jadwal pemeriksaan oleh dokter, perawat masuk pada faktor ini; keandalan dan ketrampilan (reability) petugas kesehatan dan perawatan; kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).
    Menurut (Purwanto, 2007), model kepuasan yang komperehensif dengan fokus utama pada pelayanan barang dan jasa meliputi lima dimensi penilaian, sebagai berikut: responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan petugas memberikan layanan kepada konsumen dengan cepat, tanggap dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan keluhan dan tindakan cepat pada saat dibutuhkan; reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasien dengan tepat, cepat dan akurat atau tidak ada kesalahan; assurance  (jaminan) yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasien sehingga dipercaya terhadap jaminan kesembuhan dan keamanan juga mencakup kesopanan dan sikap dipercaya yang dimiliki oleh petugas, bebas dari bahaya resiko serta keragu-raguan; emphaty (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian, dan memahami kebutuhan pasien yang terwujud dalam perhatian terhadap setiap pasien; tangible (kenyataan), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung dirasakan oleh pasien juga penampilan petugas yang dapat d.ilihat oleh indra penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan.




  1. Pelayanan (ANC)Terpadu

  1. Pengertian
    Pelayanan antenatal terpadu adalah perawatan yang ditujukan kepada ibu hamil, yang bukan saja ibu sakit dan memerlukan perawatan, tetapi juga pengawasan dan penjaga wanita hamil agar tidak terjadi kelainan sehingga mendapatkan ibu dan anak yang sehat (Mochtar, 2005). Pelayanan antenatalterpadu  ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin (Saifuddin, dkk 2005).
    Menurut (Ferrer, 2005) perawatan antenatalterpadu mencakup: pengawasan kehamilan untuk melihat apakah segalanya berlangsung normal, untuk mendeteksi dan mengatasi setiap kelainan yang timbul juga antisipasinya, penyuluhan atau pendidikan mengenai kehamilan dan bagaimana cara-cara mengatasi gejalanya mengenai gaya hidupnya; persiapan, baik fisik maupun psikologis untuk persalinan nantinya, dukungan dan dorongan mental jika terdapat masalah-masalah sosial atau psikologis dalam kehamilan.
    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan antenatal terpadu adalah perawatan kepada ibu hamil untuk mengawasi dan mencegah adanya komplikasi obtetri sehingga mendapatkan ibu dan anaknya sehat.
  2. Tujuan pelayanan antenatalterpadu
    Tujuan pelayanan antenatal terpaduadalah pengawasan kehamilan untuk mendapatkan hal sebagai berikut: menegakan secara dini penyakit yang mengenai kehamilan, menegakan secara dini komplikasi kehamilan, menyiapkan persalinan menuju wellborn baby dan well health mother, mempersiapkan memelihara bayi (Kapita Selekta Pelaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB, 2004), mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan memberikan pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi dan membantu menyampaikan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan puerperinium normal, dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial (Mufdlilah, 2009).
    Pemberi perawatan antenatal terpadu dapat seseorang dokter umum atau ahli kandungan, yang bekerja dengan perawat dan bidan. Perawatan antenatal dapat diberikan diruang praktek dokter, klinik di rumah sakit, atau klinik bidan swasta. Ibu hamil harus diberikan kesempatan untuk memelih fasilitas yang disukainya (Liewellyn, 2002).
  3. Pelayanan/asuhan standar “10T”
    Standar pemeriksaan dan pemantauan antenatal terpadu adalah standar pelayanan kehamilan yang bertujuan memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan umum dan tumbuh kembang janin, mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan, deteksi resiko tinggi,  (anemia, kurang gizi, hipertensi, penyakit menular seksual), memberikan pendidikan kesehatan serta mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin (Depkes RI, 2010).
    Menurut Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu (2010), standar pelayanan antenata lterpadu ada sepuluh standar pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal dengan “10T”, yaitu:

  1. Timbang berat badan
    Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin.Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
  2. Ukur lingkar lengan atas (LiLA)
    Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energikronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).


  3. Ukur tekanan darah.
    Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah140/90 mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria).
  4. Ukur tinggi fundus uteri
    Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai denganumur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin.Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.
  5. Hitung denyut jantung janin (DJJ)
    Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiapkali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin.
  6. Tentukan presentasi janin
    Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain.
  7. Beri imunisasi tetanus toksoid (TT)
    Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT padaibu hamil, disesuaikan dengan status imunisasi ibu saat ini.
  8. Beri tablet tambah darah (tablet besi)
    Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi minimal minum 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama.
  9. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
    Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal meliputi:
    1. Pemeriksaan golongan darah
      Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.
    2.  Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
      Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam kandungan.
    3. Pemeriksaan protein dalam urine
      Pemeriksaan protein dalam urine pada ibu hamil dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan iniditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.
    4. Pemeriksaan kadar gula darah
    5. Ibu hamil yang dicurigai menderita diabetes melitus harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga (terutama pada akhir trimester ketiga).
    6. Pemeriksaan darah malaria
      Semua ibu hamil di daerah endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah malaria apabila ada indikasi.
    7. Pemeriksaan tes sifilis
      Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggidan ibu hamil yang diduga sifilis. Pemeriksaaan sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.
    8. Pemeriksaan HIV
      Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggikasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamilsetelah menjalani konseling kemudian diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV.
  10. Tatalaksana/penanganan Kasus
    Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal diatas dan hasilpemeriksaan laboratorium,setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangantenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuksesuai dengan sistem rujukan.
    Kebijakan program dalam kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama kehamilan, yaitu:satu kali pada triwulan pertama, satu kali dalam triwulan kedua dalam triwulan ketiga (Saifuddin dkk, 2005).

    1. Standar Pelayanan Antenatal
      Standar pelayanan antenatal adalah standar yang diberikan oleh bidan dalam memberikan asuhan pada ibu hamil dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosis dan rencana tindakan, serta melaksanakan untuk mempercepat proses pemulihan dan mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode kehamilan (Depkes RI, 2005).
      Terdapat delapan standar pelayanan Antenatal  sebagai berikut:

  1. Standar 1: Persiapan untuk kehidupan keluarga sehat
    Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.
  2. Standar 2: Pencatatan dan pelaporan
    Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukanya, yaitu registrasi. Semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan kepada setiap ibu hamil/bersalin/nifas dan bayi baru lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada masyarakat.
  3. Standar 3: Identifikasi ibu hamil
    Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan motivasi ibu, suami, dan anggota keluarga untuk mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.


  4. Standar 4: Pemeriksaan dan pemantauan antenatal
    Bidan, memberikan sedikitnya empat kali pelayanan antenatal. Bila ditemukan kelainan maka bidan harus mampu mengambil keputusan dan tindakan yang diperlukanserta merujuk bila perlu.
  5. Standar 5: Palpasi abdomen
    Bidan melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan, memeriksa posisi janin, bagian terendah janin, dan masuknya kepala janin kepada rongga panggul serta untuk menilai apakah ada kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
  6. Standar 6: pengelolaan anemia pada kehamilan
    Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan, dan rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  7. Standar 7: Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan
    Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah dalam kehamilan dan mengenali tanda serta gejala
    preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
  8. Standar 8: Persiapan persalinan
    Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga untuk memastikan kelengkapan dan perlengkapan persalinan termasuk transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

ARTIKEl JEN